SENSITIFITAS TERHADAP ALERGEN LINGKUNGAN PADA PASIEN URTIKARIA KRONIS DI RSUP SANGLAH - DENPASAR

Cindy Ariani, Suryawati, Made Wardhana
Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin RS Sanglah/FK Unud, Denpasar

ABSTRAK
Latar belakang:Urtikaria kronis (UK) merupakan urtikaria yang lebih dari 6 minggu, tidak sembuh dan sering menjadi masalah untuk mencari penyebabnya. Tungau debu rumah(TDR) dikatakan sebagai faktor pencetus yang cukup bermakna dari UK. Tujuan:Dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar sensitifitas TDR terhadap pada pasien UK.
Subjek dan Metode:Penelitian ini dilakukan secara case control terhadap dua kelompok. Kelompok I: pasien UK dan  kelompok II: pasien kiriman dari klinik swasta yang meminta tes kulit, tidak menderita UK dan juga tidak ditemukan penyakit alergi lainnya. Semua pasien dilakukan Skin Prick test (SPT) dengan antigen TDR, dan beberapa alergen lainnya buatan klinik alergi Jakarta. Kontrol negatif digunakan larutan saline dan kontrol positif digunakan histamine.
Hasil:Telah dilakukan tes kulit terhadap 43 pasien UK, 34(79 %) memberikan hasil positif terhadap debu rumah. Kontrol normal sebanyak 26 orang, 5(19 %) memberikan hasil positif terhadap debu rumah.
Kesimpulan:Studi ini menunjukkan bahwa hubungan antara sensitifitas terhadap TDR dengan terjadinya urtikaria kronis.
Kata kunci : Urtikaria kronis, Tes tusuk, Tungau debu rumah

SENSITIVITY OF ENVIROMENT ALLERGEN IN CHRONIC URTICARIA PATIENT AT SANGLAH HOSPITAL, DENPASAR BALI

Cindy Ariani, Made Wardhana
Dept. of Dermato-venereology, Udayana Medical Faculty/Sanglah Hospital, Denpasar

ABSTRACT
Background:Chronic urticaria is one of the perplexing problems faced by clinicians. There are a few reports associating house dust mite sensitivity with chronic urticaria, based upon the patient’s history as well as intradermal skin testing and in vitro analysis.
Aims:To determine the possible association between house dust mite sensitivity and chronic urticaria.
Subject and Methods:In this case-control study  with two groups of subjects were enrolled. Group I: Chronic urticaria (43 subjects). Group II: Normal subjects without chronic urticaria or other allergies (26 subjects). All the patients underwent skin prick testing with antigens of the house dust mite, and other allergens. Normal saline as negative control and histamine as negative control.
Results:Among the patients with chronic urticaria, 43 patients, 34(79 %) with positive result, and 5 0f 26 (19 %) normal subjects were positive results.
Conclussion:This study suggests a possible association of house dust mite sensitivity as precipitating factor of chronic urticaria.
Key Words: Chronic urticaria, skin Prick test, House dust mite.
=======================================================================


PENDAHULUAN
Urtikaria adalah reaksi vaskular kulit berupa udema setempat yang disebabkan oleh perlepasan berbagai mediator dari sel mast atau basofil, terutama histamin yang umumnya dapat sembuh sendiri.1,2  Mediator akan mengakibatkan berbagai perubahan pada pembuluh darah, yaitu vasodilatasi dan meningkatnya permeabilitas vaskular, yang secara klinis akan terlihat sebagai eritema dan edema setempat (urtika), dengan berbagai bentuk dan ukuran, disertai rasa gatal dengan distribusi dapat terlokasisi atau generalisata.2,3 Umumnya urtikaria mempunyai onset cepat dan biasanya tidak berlangsung lama (kurang dari 8-12 jam), tetapi kadang-kadang dapat pula sampai 24-48 jam. Adakalanya urtikaria dapat berlangsung lama dan hilang-timbul. Urtikaria menjadi masalah bila urtikaria yang terjadi setiap hari atau hampir setiap hari selama lebih  dari 6 minggu, yang disebut urtikaria kronis (UK). Urtikaria kronis merupakan penyakit kulit yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan sangat sulit menelusuri penyebabnya.1,4
Dikatakan 25-30 % populasi pernah menderita urtikaria akut dalam hidupnya dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan, namun suatu ketika akan kambuh lagi. Urtika kronis lebih jarang terjadi, sekitar 50 % dari UK disertai angioedem yaitu urtikaria lebih luas terutama pada daerah dengan jaringan ikat longgar misalnya daerah sekitar mata, bibir, genetalia. Bila keadaan lebih berat dapat terjadi edema laring sehingga pasien mengalami kesulitan bernafas, bahkan dapat terjadi pada saluran cerna dan saluran pernafasan.1,5
Berdasarkan patogenesisnya utikaria dapat dibedakan akibat faktor imunologik karena melalui proses sensitisasi dan non-imunologik tanpa melalui proses sensitisasi.2,4
Urtikaria dapat dicetuskan oleh berbagai faktor, antara lain: makanan, alergen hirup (inhalan), obat-obatan, gigitan serangga, trauma fisik, kontaktan atau iritan, infeksi bakteri atau infestasi cacing, penyakit sistemik, faktor psikis dan faktor genetik. Faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan urtikaria melalui mekanisme imunologik dan non-imunologik. Urtikaria akut biasanya mudah diketahui penyebabnya dan mudah diatasi dengan pemberian antihistamin, sedang pada UK sebagian besar tidak dapat ditemukan penyebabnya  disebut urtikaria kronik idiopatik.2 Untuk mencari penyebabnya atau faktor pencetusnya perlu dilakukan serangkaian tes kulit dan pemeriksaan laboratorium. Salah satu penyebab yang sering adalah akibat faktor inhalan atau alergen hirup. Untuk menetapkan adanya sensitifitas terhadap inhalan, maka diperlukan tes tusuk terhadap berbagai inhalan. Alergen hirup dapat berasal dari debu lingkungan, debu industri, debu rumah terutama oleh tungau debu rumah (TDR), bulu hewan dan lainnya. Kebanyakan hasil penelitian menyatakan TDR sebagai alergen yang paling sering merupakan faktor pencetus kambuhnya UK.3  Suatu studi yang dilakukan di Jepang menunjukkan dampak dari sensitifitas terhadap tungau debu rumah dengan urtikaria kronis yang didasarkan atas tes kulit intradermal dan analisis in vitro.
Untuk mengetahui seberapa besar peran TDR dibandingkan jenis debu yang lain pada UK, dilakukan penelitian tes tusuk yang berasal dari beberapa debu terhadap UK.


MATERI DAN METODE
Penelitian ini adalah penelitian retrospektif terhadap pasien-pasien yang dilakukan tes tusuk (Prick test), dengan mengamati kembali catatan medik pasien.Umumnya pasien yang dilakukan tes tusuk adalah pasien dengan urtikaria kronis (UK), Dermatitis atopik yang kambuhan atau dermatitis lainnya. Pengamatan dilakukan terhadap pasien yang datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar sejak 1 Januari 2009 sampai 1 Januari 2011, yang telah dilakukan tes tusuk terhadap beberapa jenis alergen baku dari produsernya. Pada penelitian ini kusus terhadap alergen lingkungan seperti; tungau debu rumah (TDR), grass pollen, dog dander, cat dander, chiken dander dan human dander.Diagnosis UK dan dermatitis lainnya berdasarkan gambaran klinis yang khas dan tidak mengkonsumsi antihistamin dan kortikosteroid selama 3 hari terkhir serta penyakitnya dalam keadaan tenang.  
        Prosedur tes, pasien sebelumnya diberi informasi tentang tes yang akan dilakukan. Setelah mendapatkan informasi yang cukup jelas dan menanda tangani form informed consent. Tes tusuk dilakukan di bagian lengan bawah bagian volar dengan terlebih dahulu dibersihkan dan ditandai untuk melakukan tusukan terhadap masing-masing jenis alergen inhalan yang sudah dilarutkan. Sebagai kontrol negative digunakan cairan fisiologis dan kontrol positip digunakan histamin fosfatase. Hasil tes dibaca setelah 15 menit, dengan membandingkan dengan hasil tes terhadap histamin.


HASIL
Karateristik Umum
Selama tiga tahun didapatkan 43 kasus UK yang dilakukan tes tusuk atau Skin Prick Test (SPT) dan 26 pasien dengan dermatitis atopik dan dermatitis lainnya (non-urtikaria), secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah. Pasien terdiri dari 27 laki-laki dan 16 perempuan, dengan usia antara 19 sampai 44 tahun. Kontrol sebanyak 26 pasien yang diambil dari pasien kiriman kolega lain khususnya dari poliklinik Mata, poliklinik THT, namun setelah pemeriksaan kulit tidak dijumpai adanya urtikaria, urtikaria kronis atau penyakit alergi lainnya. Melihat dari pekerjaannya kebanyakan sebagai pekerja industri kecil disektor penunjang pariwisata seperti pengrajin patung/cindera mata, pekerja garmen, karyawan toko, pembantu rumah tangga dan sebagian kecil pegawai negeri.

Tabel 1. Karakteristik Pasien Urtikaria Kronik















Tabel 2. Hasil test tusuk









PEMBAHASAN
Hasil Tes Tusuk terhadap Alergen Inhalan
Alergen inhalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tungau debu rumah (TDR), grass pollen,  bulu anjing , bulu kucing, bulu ayam dan human dander. Alergen tersebut buatan Klinik alergi Jakarta yang sudah sering digunakan sebagai bahan standar di Indonesia.
Hasil positip terhadap tes ditemukan 34 (79.0 %) sensitif terhadap debu rumah, 31 (72,1%) sensitif terhadap bulu kucing,  26 (60,5%) sensitif terhadap bulu anjing,  24 (55,8 %) positip terhadap grass pollen dan 14 (32 %) positip terhadap human dander.( Tabel 3)
Faktor pencetus munculnya UK sangat banyak, selain alergen hirup, alergen makanan dan faktor psikis, pada penelitian ini tidak dilakukan penelusuran tentang faktor psikis, tetapi dari anamnesis awal pasien tidak ada faktor emosional terhadap timbulnya UK. Demikian juga dengan faktor makanan, dari 43 pasien sebanyak 30 orang mengatakan penyakitnya timbul akibat faktor makanan, namun dari hasil tes tusuk terhadap berbagai jenis makanan, maka yang terbanyak memberikan hasil positip adalah jenis alergen dari ikan laut sebanyak 19 orang (44,2 %), itu berarti alergen debu rumah menempati urutan tertinggi sebagai faktor pencetus timbulnya UK dengan rasio prevalens sebesar 3,1 yang berarti hubungan yang cukup kuat.
Dari penelitian ini memperlihatkan bukti adanya hubungan antara sensitifitas TDR dengan urtikaria kronik dengan menggunakan SPT. Tes ini secara klinik mempunyai relevan lebih baik dibandingkan dengan tes intradermal.Suminoto dan  Numata  juga memperlihatkan hubungan signifikan antara sensitifitas TDR dan urtikaria kronik menggunakan tes intradermal.3,6 Mahesh dkk (2005) melaporkan studi di India menunjukkan hubungan antara urtikaria kronik dengan sensitifitas TDR sangat kuat sebesar 64 % dengan odd ratio sebesar 2,95, terutama dari jenis tungau Dermatophagoides pteronyssinus.7
Mekanisme patogenesis terjadinya urtikaria kronik yang diinduksi oleh TDR telah diterangkan oleh banyak peneliti. Didapatkan hubungan langsung antara reaktivitas tes kulit dan pelepasan histamin in vitro. Peneliti menyimpulkan bahwa pasien dengan urtikaria kronik mungkin disensitisasi terhadap alergen TDR dalam hidupnya. Beberapa dari pasien mempunyai kadar serum IgE normal dan peneliti memperkirakan bahwa sel di sekitar IgE lebih berperanan dari pada kadar serum IgE pada pasien urtikaria kronik.8 Telah diketahui bahwa jalur masuk TDR ke dalam jaringan kulit untuk berinteraksi dengan IgE spesifik pada sel Mast. Alergen TDR dapat diabsorbsi melalui saluran pernafasan atau saluran cerna tanpa adanya gejala alergi pada organ ini.9  Numata juga membahas hipotesis Hannifin tentang antigen TDR yang dapat mempenetrasi stratum korneum dipengaruhi oleh berat molekul. Hal ini memperlihatkan bahwa alergen D. pteronyssinus dapat masuk ke dalam stratum korneum dan berpenetrasi ke dalam lapisan epidermis paling bawah. Penelitian ini memperlihatkan hubungan menarik antara sensitifitas TDR dengan urtikaria kronik.3
Dari penelitian ini dapat dikatakan bahwa debu rumah sangat memegang peran penting dalam kekambuhan UK terutama pada pekerja yang berhubungan dengan debu rumah seperti ibu rumah tangga, pekerja garmen, industri kerajinan. Walaupun dikatakan bahwa TDR paling banyak dijumpai pada debu-debu dirumah seperti kasur, bantal, karpet, dinding rumah, namun sebagian kecil dapat dijumpai dalam debu lingkungan lainnya.2,9 Hal ini penting di informasikan kepada pasien dengan UK untuk melindungi diri dari paparan debu rumah tangga tersebut. Untuk mengetahui lebih pasti tentang peran paparan TDR pada UK maka perlu penelitian yang lebih spesifik terutama tentang komponen debu lingkungan dan penelitian serologis untuk mengetahui adanya antibodi spesifik yaitu IgE terhadap TDR.


DAFTAR PUSTAKA
  1. Black AK, and Champion RH. Urticaria. In: Champion RH, ed. Rook W. Textbook of Dermatology. 8th  Ed. London: Blackwell Science; 2010. 22.1-22.7
  2. Grattan C, Powell S, and Humphreys F. 2001. Management and Diagnostic Guidelines for Urticaria and Angio-oedema. British Journal of Dermatology; 144: 708-714
  3. Numata T, Yamamoto S, Yamura T. The role of mite, house dust and candida allergens in chronic urticaria. J Dermatol 2008;7:197-202
  4. Yadav S, Upadhyay A, and Bajaj AK. 2006. Chronic Urticaria: An Overview. Indian J Dermatology; 51/13: 171-177
  5. Kaplan AP. Urticaria and Angioedema. In: Middleton E Jr, Reed C, Ellis EF, Yunginger JW, editors, Allergy: Principles and Practice, 5th Ed. London: Mosby; 1998. p. 1104-2
  6. Sumimoto A, Ishizu K, Takahashi H, Yamada S, Numata T, Yamamoto S, et al. Correlation between Dermatophagoides Pteronyssinus and Dermatophagoides Farinae House dust mites in Chronic urticaria. Hiroshima J Sciences 1981;30:247-50.
  7. Yubao Cui, Cuixiang Gao, Ying Zhou, Peng Zhou, Ming Peng, Yingzi Lin, Jianglong Peng. Phylogenetic analysis of house dust mites: Central European Journal of Medicine. 2010; 5(1): 69.
  8. Mahesh PA, Kushalappa PA, Holla AD and Vedanthan PK. 2005. House dust mite Sensitivity is a Factor in Chronic Urticaria. Indian J Dermatol Venereol Leprol; 71(2): 99-101.
  9. Caliscaner Z, Ozturk S, Turan M, and Karaayvaz M. 2004. Skin test Positivity to Aeroallergen in Patients with Chronic Urticaria without Allergic Respiratory Disease. J Invest Allergol Clin Immunol; 14/1: 50-54.
  10. Carswell F. 2009. House Dust Allergy. ACI International; 11/2: 43-48

Tidak ada komentar:

Posting Komentar